Tindakan
aborsi menurut KUHP di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau
dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Pasal-pasal KUHP yang mengatur
hal ini adalah pasal 229, 346, 347, 348, 349 dan 535. Menurut KUHP, aborsi adalah
pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa
kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
Pasal 346 : “Seorang
wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 347 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 535 : Barang
siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan
kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun
secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta menunjuk
sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan
kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang
mernperboiehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun
untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak
dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut
diterima oleh hakim (Pasal 48).
Keputusan melakukan aborsi untuk pasien bagi seorang dokter
harus melalui pertimbangan yang matang mengingat Sumpah Dokter, Kode Etik
Kedokteran, Prinsip Dasar Etik, serta berbagai peraturan Perundang – undangan
yang berlaku
Salah satu dasar hukum tentang aborsi diatur dalam UU
Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 75, 76, 77 , dan 194 dan Peraturan Pemerintah
No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Pasal
75
(1) Setiap orang
dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.
indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang
tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau
b.
kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
76
Aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam)
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan
medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c)
dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan;
d)
dengan izin suami, kecuali korban
perkosaan; dan
e)
penyedia layanan kesehatan yang memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal
77
Pemerintah
wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Yang
dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa
persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang
berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada
indikasi medis.
Pasal
194
Setiap orang yang
dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).