Minggu, 14 Juni 2020

HUKUM ABORSI

Tindakan aborsi menurut KUHP di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 229, 346, 347, 348, 349 dan 535. Menurut KUHP, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 347 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 535 : Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang mernperboiehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Keputusan melakukan aborsi untuk pasien bagi seorang dokter harus melalui pertimbangan yang matang mengingat Sumpah Dokter, Kode Etik Kedokteran, Prinsip Dasar Etik, serta berbagai peraturan Perundang – undangan yang berlaku
Salah satu dasar hukum tentang aborsi diatur dalam UU Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 75, 76, 77 , dan 194 dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.       indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.      kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
 (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a)   sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b)    oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c)      dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d)      dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e)      penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.

Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Farmakologi Selama Kehamilan


Keamanan Obat dalam Kehamilan
Pemberian obat pada ibu hamil harus dipikirkan efek obat terhadap ibu hamil dan tidak boleh melupakan pengaruh atau efek samping obat pada janin. Keberadaan obat pada ibu hamil dapat ditinjau dari 3 kompartemen, yaitu kompartemen ibu, kompartemen plasenta, dan kompartemen fetal.
  • Pada ibu hamil tumbuh unit fetoplasental dalam uterus. Hormon plasenta memengaruhi fungsi traktus digestivus dan motilitas usus. Demikian pula filtrasi glomerulus meningkat. Reabsorpsi obat pada usus ibu hamil lebih lama, eliminasi obat lewat ginjal lebih cepat, dan reabsorpsi obat inhalasi pada alveoli paru bertambah.
  • Pada awal trimester 2 dan 3 akan terjadi hidraemia, volume darah meningkat sehingga kadar obat relatif turun. Kadar albumin relatif menurun sehingga pengikat obat bebas berkurang. Maka obat bebas dalam darah ibu meningkat.
  • Pada unit fetoplasental terjadi pula filtrasi obat. Plasenta sebagai unit semi permeabel dapat mengurangi atau mengubah obat pada sawar plasenta. Demikian pula obat yang masuk pada organ vital janin. Hal ini dapat meningkatkan kelainan organ atau pertumbuhan janin intrauterin. Jenis obat, dosis yang tinggi, dan lama paparannya akan berpengaruh terotogenik pada janin, terutama pada trimester 1. Untuk itu perlu dipikirkan mengenai farmakokinetik obat pada ibu hamil dan pengeruhnya terhadap kesejahteraan janin dan efek negatifnya.
Kategori Keamanan Obat dalam Kehamilan Menurut US FDA
United State Food and Drug Administration (US FDA) membuat kategori keamanan penggunaan obat selama kehamilan. Kategori ini terdiri atas 5 yaitu A,B,C,D,X
Kategori
Keterangan
A
Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin (fetus) pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester selanjutnya), dan kecil kemungkinannya untuk membahayakan janin.
B
Studi terhadap sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko pada janin tetapi tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil, atau studi terhadap sistem reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak dilaporkan terjadi pada studi terkontrol terhadap wanita hamil trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester selanjutnya)
C
Studi terhadap binatang pecobaan memperlihatkan adanya efek – efek samping pada janin (teratogenik, atau embroisidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Obat hanya boleh digunakan bila besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya resiko pada janin.
D
Ada bukti positif mengenai resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar dari resikonya (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau untuk penyakit yang tidak efektif atau tidak mungkin diatasi dengan obat yang lebih aman)
X
Studi terhadap binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya abnormalitas terhadap janin atau adanya resiko terhadap janin berdasarkan pengalaman pada manusia ataupun manusia dan binatang percobaan, dan resiko penggunaan obat pada wanita hamil jelas – jelas melebihi manfaat yang mungkin diperoleh. Obat dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan untuk hamil.

Teratogenesis
Teratogenesis adalah disgenesis organ janin baik secara struktural maupun fungsi. Teratogenesis bermanifestasi sebagai gangguan pertumbuhan, kematian janin, pertumbuhan karsinogenesis dan malformasi. Beberapa jenis obat yang terbukti kuat menimbulkan efek teratogenik.
No
Nama Obat
Efek Teratogenik

Aminopterin, metohrexate
Malformasi sistem saraf pusat dan anggota gerak

ACEI
Gagal ginjal berkepanjangan pada bayi, penurunan osifikasi tempurung kepala, disgenesis tubulus renalis

Obat – obat antikolinergik
Ileus mekonium neonatus

Obat anti tiroid (PTU dan Metronidazole)
Gondok pada janin dan bayi hipotiroidisme, dan aplasia kutis (metimazol)

Carbamazepine
Defek neural tube

cyclophospamide
Malformasi sistem saraf pusat

Danazole dan obat androgenik lainnya
Maskulinisasi pada janin perempuan

Dietilstilbestrol
Ca vagina dan defek sistem urogenital pada janin

Obat hipoglikemik
Hipoglikemia neonatal

Lithium
Defek kardiovaskular, anomali ebstein

Misoprostol
Moebius sequence (paralisis nervus kranial 6 dan 7)

Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
Konstriksi duktus arteriosus, enterokolitis nekrotikans

Parametadion
Defek wajah dan sistem saraf pusat

Phenytoin
Fetal hydantoin syndrome

Obat obat psikoaktif (Barbiturat, opioid dan benzodiazepine)
Gangguan pertumbuhan dan defisit SSP neonatus. Withdrawal syndrome jika obat diminum pada akhir periode kehamilan.

Retinoid sistemik (isotretinoin dan atretinat)
Defek SSP, kardiovaskular, dan kraniofasial

Tetracycline
Anomali pada gigi dan tulang

Talidomid
Fokomelia dan defek organ internal

Trimetadion
Defek pada wajah dan SSP
  
Asam valproat
Defek neural tube

Warfarin
Defek skeletal dan SSP, Dandy -  walker Syndrome

Konseling dan Pemilihan Obat pada Ibu Hamil
  • Konseling dan pemilihan obat pada ibu hamil bertujuan untuk menghindari atau mengurangi abnormalitas janin
  •   Hindari pemberian obat pada periode pertama pasca konsepsi
  • Hindari makanan, minuman, dan zat yang tidak diperlukan oleh janin dalam pertumbuhannya, misalnya merokok, alkohol, obat sedatif, atau jamu – jamu tradisional yang belum teruji.
  • Hindari pemberian obat polifarmaka, terutama bila pemberian dalam waktu yang lama
  • Berikan obat yang telah jelas aman dan mempertimbangkan keperluan pengobatann primernya
  • Pergunakan pedoman keamanan pengguanaan obat dalam kehamilan. (misalnya kategori keamanan obat dalam kehamilan oleh US FDA)